Thursday, October 29, 2009

JALAN MENUJU TAQWA (Siri 2 - Akhir)

Keempat: Mu'aqobah (Menghukum )

Asas bagi mu'aqobah adalah firman Allah Azza Wa Jalla:
"Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."
[Al-Baqarah: 178]
Hukuman yang dimaksudkan sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat tersebut adalah -
Apabila seorang Mukmin melakukan kesalahan, maka tidak wajar baginya membiarkannya. Sebab membiarkan sesuatu kesalahan berlalu tanpa melakukan apa-apa akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan menjadikan sukar untuk ditinggalkan.
Sepatutnya dia memberikan hukuman kepada dirinya dengan hukuman yang mubah (harus) sebagaimana memberikan hukuman atas isteri dan anak-anaknya. Ini adalah agar ia menjadi peringatan bagi dirinya agar tidak menyalahi ikrar, disamping merupakan dorongan untuk lebih bertakwa dan bimbingan menuju hidup yang lebih mulia.
Hukuman ini harus dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan sesuatu yang haram, seperti membakar salah satu anggota tubuh, mandi di tempat terbuka pada musim dingin, meninggalkan makan dan minum sampai membahayakan diri dan sebagainya.
Hukuman-hukuman ini dan yang sepertinya adalah haram hukumnya sebab termasuk dalam larangan yang tercantum dalam Al-Quran yang bermaksud:
"..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan."
[Al-Baqarah: 195]
"..dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
[An-Nisa: 29]
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan kepada kita tentang ketakwaan, muhasabah, menjatuhkan hukuman pada diri sendiri jika bersalah dan bertekad untuk lebih taat jika mendapati dirinya lalai atas kewajipan.
Berikut ini diutarakan beberapa contoh:
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan solah Asar. Maka beliau berkata: "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah solah Asar! Kini kebunku aku jadikan sedekah untuk orang-orang miskin." Menanggapi masalah ini, al-Laits berkata; "Padahal beliau hanya ketinggalan solah berjemaah!"
Satu ketika, Umar Radhiallahu’anhu pernah disibukkan oleh suatu urusan sehingga waktu Maghrib lewat sampai muncul dua bintang. Maka setelah melaksanakan solah Maghrib, beliau memerdekakan dua orang hamba.
Ada baiknya bila setiap Mukmin mengikuti jejak generasi salaf dalam muhasabah diri dan menjatuhkan hukuman apabila dia menemui kelalaian dalam memikul tanggunggjawab atau meninggalkan kewajiban terhadap Allah Subhanahuwata’ala dan sesama manusia.
Misalnya dengan menginfakkan sejumlah wang tatkala meninggalkan solah berjemaah, ataupun dengan mengerjakan beberapa rakaat solah sunat.
Jika seorang Mukmin sudah biasa menjatuhkan hukuman kepada dirinya ketika melakukan kesalahan, maka dia telah melangkah menuju takwa, dan telah menapaki jalan ketinggian rohani, dan dengan pasti dia akan sampai ke darjat orang-orang yang bertakwa.
Kelima: Mujahadah (Melawan Dorongan Nafsu)
1 Dasar mujahadah adalah firman Allah Subhanahuwata’ala di dalam Al-Quran yang bermaksud: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." [Al-Ankabut: 69]
Makna mujahadah sebagaimana disyariatkan oleh ayat tersebut adalah: Apabila seorang Mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunat lebih banyak daripada sebelumnya.
Dalam hal ini, harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya. Dalam hal ini, cukuplah Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam menjadi qudwah (contoh ikutan) yang patut diteladani sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah Radhiallahu’anhu (antara lain):
"Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam melakukan solah malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika Aisyah Radhiallahu’anhu bertanya: "Mengapa engkau lakukan hal itu? Bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang akan datang? Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam menjawab: "Bukankah seharusnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?" [Riwayat Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah Radhiallahu’anhu berkata; "Apabila Raslulullah Sallallahu’alaihiwsallam memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengetatkan ikat pinggangnya."
Dalam beberapa hadis, Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam menyuruh dan menyokong perlaksanaan mujahadah dalam amal ibadah. Oleh itu, hendaklah kita semua menjadi orang pertama yang bergegas menyambut dan melaksanakan perintah tersebut.
Imam Bukhari meriwayatkan (antara lain); "Dari Abu Hurairah bahawa beliau berkata; Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam bersabda;
"Sesungguhnya Allah berfirman; "Tidaklah seorang hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai selain daripada amalan-amalan wajib dan seorang hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan melakukan amalan-amalan sunat, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku-lah yang menjadi pendengarannya, dan sebagai tangan yang digunakannya untuk memegang dan kaki yang dia pakai untuk berjalan, dan apabila ia memohon kepada-Ku pasti Aku kabulkan, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi."
Jika anda - wahai saudaraku - sudah berusaha melakukan mujahadah, mencontohi Rasulullah Sallallahu’alaihiwsallam dan mengikuti jejak generasi para salaf, maka saya yakin anda telah melangkah menuju takwa, menapaki perjalanan rohani dan akan sampai ke darjat para muttaqin.
Kesimpulannya -
Wahai saudaraku - itulah beberapa cara untuk menumbuh suburkan takwa dalam hati dan ruh setiap Mukmin serta menyatukannya dengan perasaannya. Dengan mu'ahadah anda dapat beristiqamah di atas syariat Allah dan dengan muraqabah, anda dapat merasakan keagungan Allah baik di kala bersendirian maupun di khalayak ramai.
Dengan muhasabah anda dapat bebas daripada tarikan hawa nafsu yang selalu memberontak, dan dapat memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia. Dengan mua'qabah anda dapat menyelamatkan diri anda daripada penyimpangan. Dengan mujahadah anda dapat memperbaiki aktiviti anda dan sekaligus menundukkan sifat malas dan lalai.
Dengan cara tersebut, takwa akan menjadi sebati dan mendarah daging (malakah) dengan diri anda dan akan menjadi akhlak anda yang sebenarnya. Bahkan anda akan sampai ke puncak kemuliaan dan keutamaan, anda akan sampai ke darjat yang paling tinggi. Anda akan mampu memberi suri teladan kepada orang lain dalam ucapan, perbuatan dan kemantapan rohani. ____________________________________________________ 1 Imam Ibnu Qayyim ketika memperkatakan tentang tahap-tahap jihad, memulakannya dengan jihad melawan nafsu untuk mempelajari kebenaran, kemudian jihad beramal dengan kebenaran , kemudian jihad untuk bersabar di atas bebanan amal tersebut.
Rujukan: Tarbiah Ruhiah, Petunjuk Praktikal Mencapai Darjat Takwa, Dr. Abdullah Nasih Ulwan.

No comments:

Post a Comment