Wednesday, August 20, 2008

Hati

Hati bagi segenap anggota tubuh laksana raja yang mengatur bala tenteranya, yang semua berasal dari perintahnya, lalu ia menggunakan sesuka hatinya, sehingga semua berada di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan daripadanya sebab istiqamah dan kesesatan, serta daripadanya pula niat dimotivasi atau pudar. Maka kerana itu semualah Rasulullah bersabda yang bermaksud:
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh.”

Jadi hati itulah rajanya. Dialah pelaksana dari apa yang diperintahkan, yang menerima hidayahNya, dan tidaklah suatu amalan menjadi lurus dan benar kecuali bersumber dari tujuan dan maksudnya. Hati inilah yang paling bertanggungjawab terhadap semuanya ini, sebab setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, perhatian untuk melurus dan membenarkan hati merupakan sesuatu yang diutamakan oleh para pencari kebenaran dan mengesan serta mengubati pelbagai penyakit hati merupakan keutamaan menurut para ahli ibadah.

Ketika musuh Allah, iblis mengetahui bahawa sasaran dan sandarannya adalah hati maka ia membisik, menawan dengan berbagai bentuk syahwat, menggodanya dalam berbagai keadaan dan amalan yang menghalanginya dari jalan yang benar, menghamparkan sebab-sebab kesesatan yang memutuskannya dari sebab-sebab taufik dan memasang untuknya jaring-jaring dan tali-tali yang jika ia selamat dari terjerumus ke dalamnya ia tidak akan selamat dari menemui berbagai rintangan. Dan tidak ada keselamatan dari perangkap jaring-jaringnya dan berbagai tipu dayanya kecuali dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah, mencari sebab-sebab keridhaanNya, menyandarkan dan menghampiriNya dalam setiap gerak diamnya hati dan menegaskan hinanya kehambaan diri di hadapanNya, hal yang ia merupakan sesuatu yang paling utama untuk disandang manusia sehingga ia masuk dalam jaminan ayat,
“Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka.” (Al Hijr : 42)

Inilah yang akan memutuskan antara hamba dengan syaitan. Dan bila itu terjadi maka ia merupakan sebab bagi mencapai maqam ubudiyah (kehambaan) kepada Tuhan semesta alam serta merupakan manifestasi kebaikan hati, keikhlasan amal dan keyakinan yang terus menerus. Jika hakikat ubudiyah dan keikhlasan telah menusuk ke dalam hati maka orang itu di sisi Allah termasuk orang-orang yang dekat denganNya dan dengan demikian ia akan termasuk (gagal digoda oleh syaitan) pada pengecualian ayat,
“Kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka.”
(Surah Shaad: 83)

No comments:

Post a Comment